Sejarah Desa

              # SEJARAH DESA DIMORO #

Mengingat sejarah Desa Dimoro asal usulnya sebagai berikut : 1. Desa Karangturi adalah identik kehidupan seorang tokoh ( suwargi Mbah Wiroguno ) konon kabarnya tidak jelas asalnya. Mbah Wiroguno seorang yang patuh taat pada ajaran Agama Islam. Pada saat itu termasuk Orang Pertama yang membuka pemukiman hutan dan semak belukar agar menjadi grumbol – grumbul,untuk pemukiman dan persawahan tegalan sangat luas.Pada lahan pemukuman banyak tumbuh Pohon Turi, konon kabarnya tempat pemukiman tersebut dinamakan Dukuh KARANGTURI. Pada saat itu tahun 1910 Suwargi Mbah Wiroguno seorang yang gigih, berkarya sangat bijak pergaulan dengan lingkungan / Dukuh yang lain. Sehingga pada tahun 1915 mengadakan perundingan tokoh Dukuh – Dukuh antara lain : Dukuh Karangturi,Dukuh Glonggong,Dukuh Kuwojo untuk menunjuk seorang pemimpin /Kepala Desa. Pada saat itu tahun 1915 telah diadakan penunjukan seorang tokoh menjadi Kepala Desa, Yang di tunjuk Bernama : SALIJO bertempat tinggal di dukuh Karangturi akirnya dinamakan Desa Karangturi. Mempunyai wilayah ; Dukuh Karangturi , Dukuh Glonggong , Dukuh Kuwojo.Kepala Desa ini memimpin sampai dengan Tahun 1919   2. Desa Pandekan sejarahnya adalah identik kehidupan seorang ( Suwargi Mbah Madahir ) pelarian dari Serang Wonoharjo. Pada zaman Belanda Beliau Seorang Tokoh yang patuh pada ajaran Agama Islam .Beliau Mbah Madahir sangat gigih berkarya membuka semak – semak belukar menjadi Grumbul – Grumbul untuk pemukiman dan lahan persawahan sangat luas. Konon kabarnya Suwargi Mbah Madahir berhentinya ( Mandeke Bhs jawa ) di Dukuh PANDEKAN, akirnya di beri nama : Dukuh PANDEKAN. Suwargi Mbah Madahir orangnya sangat bijak , ramah mengembangkan Agama Islam ke Dukuh lainya dengan memikirkan kepemimpinan Desa .termasuk Dukuh Pandekan ,Dukuh Dimoro, Dukuh Toro, Dukuh Pulorejo, Dukuh Kedungbanteng, Dukuh Kuto, Dukuh Truwili, pada Tahun 1914 menunjuk seorang Kepala Desa bernama : SURO PERMONO Dukuh Pandekan, akirnya disebut Desa Pandekan . Suwargi Mbah Suro permono memimpin sampai dengan Tahun 1919 .kemudian pada Tahun 1919, Kepala Desa Karangturi dengan Kepala Desa Pandekan berhubungan sangat baik . dan pada saat itu ke Dua Desa di adakan penyatuan ( Blengketan Bhs Jawa ) menjadi Satu, untuk diadakan Kepala Desa. Pada Tahun 1920 terjadi penyatuan / Blengketan dengan cara Gamblokan . Calon ada 3 Orang : 1. Mbah SALIJO ( Karangturi ) 2. Mbah SYAMSULHADI ( Kuwojo ) 3. Mbah SURO PERMONO ( Pandekan ) Pada Tahun yang sama telah dipilih Kepala Desa yang baru, ialah Mbah SYAMSUL HADI .dengan cara Gamblokan. Pada Tahun 1923 Kepala Desa bersama Tokoh Masyarakat mendirikan Balai Desa di Dukuh DIMORO, akirnya di namakan Desa Dimoro sampai dengan sekarang. Pada waktu itu wilayah Dukuh yang di kuasai Desa Dimoro antara lain : 1. Dukuh Glonggong 2. Dukuh Karangturi 3. Dukuh Kuwojo 4. Dukuh Dimoro 5. Dukuh Pandekan 6. Dukuh Toro 7. Dukuh Pulorejo 8. Dukuh Kedungbanteng 9. Dukuh Kuto 10.Dukuh Truwili Konon kabarnya, ada wilayah Dukuh Jurug , adat istiadatnya mengikuti Adat istiadat SELO, setelah ada Kepala Desa yang baru dan pusat Pemerintahan / Balai Desa di Dimoro ( DESA DIMORO ). Selanjutnya Dukuh Jurug menggabungkan diri menjadi wilayah Desa Dimoro, akirnya Desa Dimoro asalnya Sepuluh Dukuh menjadi Sebelas Dukuh sampai sekarang ini, Suwargi Mbah Syamsul Hadi memimpin Desa Dimoro sampai dengan Tahun 1962. Kemudian dig anti oleh Anaknya Bernama Mbah BUSERO, dari Tahun 1962 sampai dengan 1965. Selanjutnya pada Tahun 1966 sampai dengan 1973 di pimpin Kepala Desa MOEHADI. ( Carik ). Pada tahun 1973 diganti Mbah S. ABDULMANAN putra dari Mbh SYAMSOL HADI dan mengakiri jabatannya pada Tahun 1988 . selanjutnya pada Tahun 1989 di pimpin Kepala Desa S. MULJADI Menantu Mbah SYAMSULHADI, mengakiri jabatanya pada Tahun 2007 .pada tahun 2007 di ganti SUTARNO, anak dari Mbah S, ABDULMANAN ,dan mengakiri jabatanya pada tahun 2019 .pada tahun 2019 diganti kepala Desa yang baru TOTOK SUPRAPTO anak dari Mbah KUSMADI.sampai sekarang.

                   # LEGENDA DESA #

1) Pada zaman dahulu sebagian masyarakat Desa Dimoro mempunyai Adat Istiadat kepercayaan yaitu pada Bulan – Bulan tertentu mempercayai tidak di perkenankan mempunyai kerja / Hajat ( Khitanan – Pernikahan ) konon kabarnya apabila di langgar hari berikutnya penghidupannya kurang baik.

2) Untuk menjelang musim tanam dan musim panen memasang sesaji, agar berkah hasil panenya lebih baik , sekarang sudah hilang dengan sendirinya .

3) Pada bulan Syuro, masyarakat masih melakukan selamatan menjelang tanggal 1, sebagian ada pada tanggal 10 Suro.

4) Pada Bulan Apit sebagian Dusun / Dukuh masih ada yang melakukan dan mengadakan keramaian di Dukuh setempat , sekarang hamper hilang dengan sendirinya.

5) Pada setiap masyarakat mempunyai hajat , memasang sesaji pada pertigaan Jalan , tempat – tempat yang di anggap Kramat ,di khawatirkan ada mala petaka.

6) Apabila ada kematian ,jenasah menjelang akan di bawa ke kubur, Anak saudara / Anak Cucu melakukan Blusukan, bila tidak di lakukan ada yang membayangi keluarga yang masih hidup.

                     # TEMPAT KRAMAT #

# PUNDEN TRUWILI #

Punden Truwili di anggap Kramat konon kabarnya jaman dahulu kala ada Perempuan yang Bernama, SINUNGKEM, pelarian dari Serang wonoharjo anak seorang prajurit kerajaan Surokarto Hadiningrat, menurur cerita Sinungkem iti akan di ambil menantu Kerajaan Pajajaran.tetapi Sinungkem tidak mau , karna merasa dirinya tidak Perempuan dan tidak Laki – Laki. Sinungkem akirnya pergi tanpa ijin orng tuanya dan meninggalkan Suro Karto ,karna dia kebingungan persetujuan pernikahan sudah di terima .perjalanan Sinungkem terus menerus , kemudian pada suatu hari dia sampai di hutan Suru di namakan Punden Suru. Sinungkem masih meneruskan perjalanannya, yang suatu hari dia istirahat di Hutan Truwili, di situ dia merasa tenang , Tentram tidak ada gangguan apa- apa .lama di Hutan Truwili, dia menekuni Ilmunya sambil bertapa , dan bersemedi di Hutan Truwili. Tetapi dari keluarga tetap mencari si Sinungkem sampai ketemu di mana saja. Yang pernah kakak sepupunya yang bernama Joko Suro, mendengar informasi Bahwa Sinungkem telah berhenti di hutan Truwili dan bertapa di Hutan itu.selanjutnya kakak sepupu yang bernama Joko Suro melacak Sinungkem dengan susah payah mencari kesana kemari dengan menelisik berita di mana Sinungkem berhenti. Lama kemudian si Joko Suro menerima petunjuk dari sang Widi, Joko Suro terus melacak, akhirnya ketemu Sinungkem di hutan Truwili. Karena Joko Suro utusan dari orngtuanya Sinungkem, maka Sinungkem mau tidak mau di ajak pulang,tetapi Sinungkem Tetap menolak tidak mau Pulang. Karena Sinungkem tetap menolak ajakan Kakak sepupunya , kakaknya itu timbul kemarahannya: bila tidak mau pulang , joko suro tidak mau pulang juga . selanjutnya Joko Suro merayu Sinungkem untuk menjadi kekasihnya ( Istrinya ). Sinungkem selalu menolak dengan cara bagai manapun Tetap menolak,akirnya perang batin dan dilanjutkan perang pisik yang paling akir menurut kabarnya mati di hutan Truwili dan di makamkan di hutan truwili, ( Punden Truwili dengan nama sekarang ) sampai sekarang masyarakat mempunyai keyakinan Punden Truwili Menjadi tempat Keramat ( Tempat semedineng marang sang Widi ) Untuk mencapai tujuan. Di sisi lain punden Truwili , lebih Kramat tanah truwili di kawinkan / dicampur dengan tanah punden Suru. Saudara – sauidara sekalian , jangan berlebihan beradat pada hal ini , karna segala- galanya perbuatan Manusia akan di pertanggung jawabkan di hadapan Gusti engkang murbaing dumadi ( ALLAH SWT ) Penentu segala – galanya. Demikian adat istiadat keramatan Punden Truwili menurut Berita yang masih tidak tertata dengan baik,

# PUNDEN JURUG #

Sejak abad ke 13 pada masa surutnya Pemerintahan Majapahit , ada seorang yang Bernama Pangeran Noto Projo . pada masa itu Pemerintahan Majapahit di brontak oleh pasukan Mu′ min dari Glagah wangi Pemerintahan Demak Bintoro yang di pandegani para Wali dan Ulama ′′ . Pangeran Noto Projo ketemu dengan pasukan Mu′ min dari Glagah wangi, kemudian Pemerintahan Majapahit surut, dan di kuasai oleh Pemerintahan Demak Bintoro. Menurut pasukan Mu′ min dari Demak , Pangeran Noto Projo akan di jadikan pejabat Pemerintah di Majapahit dengan mengembangkan Agama Islam. Tetapi sebaliknya Pangeran Noto Projo tidak mau masuk Islam dan tidak mau di angkat menjadi Pejabat di Majapahit. Karena Pangeran Noto Projo tidak mau masuk Islam, dan tidak mau di jadikan pejabat Majapahit, lama – lama beliau menghilang pergi meninggalkan Majapahit. Konon kabarnya Pangeran Noto Projo bersama pengikutnya pergi nan jauh menyusuri hutan belantara pernah singgah di Hutan SELO meneruskan perjalanan kemudian Pangeran Noto Projo bersama pengikutnya singgah di hutan. Di situlah Pangeran Noto Projo beserta pengikutnya menetap. dan keadaan Tanah tersebut yang naik turun , ( Jero ,Jurang bhs Jawa ) akirnya Pangeran Noto Projo dan pengikutnya menetap, dan Hutan tersebut di berinama JURUG. Dan Pangeran Noto Projo beserta pengikutnya mengembangkan hidupnya sampai dengan Anak Kumanak dan Pemerintahanya mengikuti Pemerintahan Selo ,( Tawangharjo).kemudian Pangeran Noto Projo sampai tua dan mati di situ di petak di Bukit atau di petak di Tanah yang tinggi ( Duwur Bhs Jawa ) di situ di makamkan. Di sebut Tanah kramat / Punden tempat semedi / nenrasa. Keadatan naluri kejadian yang sudah terjadi , konon kabarnya siapa unsur Pejabat yang masuk Dusun Jurug, merasa dirinya sombong, riak, dan menimbulkan kekecewaan masyarakat Dusun Jurug , tidak lama menerima mala petaka. Para pemirsa / pembaca jangan berlebihan mempercayai hal itu, tetapi mari kita berbudi luhur menurut keyakinan masing – masing, itulah bekal keselamatan kita.